Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina.
Ya, kata-kata itulah yang menjadi semangat serta motivasiku untuk memulai
perjalanan panjangku ini. Sebuah perjalanan yang bermula dari sebuah mimpi.
Sebuah perjalanan yang tak kusangka akan kulakukan saat ini. Sebuah perantauan
panjang yang entah kapan akan berakhir.
Kisah ini bermula dari sebuah kota kecil di Jawa Timur
yang dikenal dengan nama Probolinggo. Kota yang mungkin masih belum cukup
dikenal oleh kebanyakan orang namun menorehkan kisah yang cukup mendalam dan
berarti bagiku. Hal yang semula menjadi kekecewaan, justru menjadi cambuk
bagiku untuk keluar dari zona nyaman dan memulai perantauan. Dan setelah
pencarian selama setahun, kini takdir telah menapakkan kakiku di sini, di
negeri ‘legendaris’ yang bahkan tertera dalam sabda salah satu manusia paling
berpengaruh zaman ini: China.
Pertama kali menjejakkan kaki di negeri ini, ada
perasaan haru, gembira, deg-degan dan segudang perasaan lainnya
bercampur aduk menjadi satu. Tak kusangka hal yang selama ini hanya menjadi
angan-angan bagiku, kini sungguh terjadi. Kuhirup dalam-dalam udara kota Guangzhou,
kota pertama yang kukunjungi dalam perantuanku ini, dan kupandangi jalanan,
pertokoan serta bangunan lainnya dari kaca bis sembari mengingat perjuanganku
untuk dapat sampai ke sini.
Namun, takdir tak membiarkanku untuk menetap,
sebaliknya ia kembali menuntun langkahku menuju sebuah kota di sebelah barat
daya dataran Cina: Chongqing. Tempatku menetap dan menuntut ilmu saat ini.
Pertemuanku dengan berbagai macam manusia di sana, menyadarkan dan mengajariku
tentang berbagai makna kehidupan. Jujur, aku bukanlah seseorang yang bisa
dibilang gentleman, pengertian, lembut dan segudang kriteria manusia,
bahkan lelaki, sempurna lainnya. Aku yang selama ini acuh tak acuh akan sikapku yang
terkadang menyakiti dan menyinggung perasaan orang lain, kini mulai menyadari
ketidaksempurnaan diri ini. Mulai menyadari ada beberapa hal yang harus kuubah
guna menjadikan diri ini lebih baik lagi. Semua itu terjadi karena pertemuanku
dengan manusia-manusia baru di kota perantauanku ini.
Bagiku, tempat ini menyimpan banyak kesan semenjak aku
memutuskan menetap sementara waktu ini. Banyak hal yang kurasa merupakan bagian
dari alur takdir yang memang ditujukan kepadaku, yang memang menuntunku untuk
ke sini. Walaupun, jujur, aku merasa ilmu-ilmu teknis yang kudapat di sini
masih sangatlah minim, namun ilmu-ilmu kehidupan justru membanjiri, bahkan
serasa menohok kesadaranku akan kealpaan diri selama ini. Dan justru hal itulah
yang memicuku untuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik ke depannya. Aku
merasa, inilah suatu fase di hidupku ketika aku harus mulai melihat dengan mata kepalaku sendiri dan
belajar menyikapi beragamnya corak kehidupan dan manusia di luar lingkungan
awalku.
Semua ini, aku yakin, merupakan skenario Sang
Sutradara Agung yang sedang menyiapkanku untuk sesuatu yang lebih besar
nantinya. Terima kasih Tuhan atas segala kesempatan langka ini, aku sangat
bersyukur dan pasti akan kumanfaatkan sebaik-baiknya.
Kisah Dari Tiongkok Lama …
ReplyDelete(bukan Kho Ping Hoo lho…)
Seorang petani tua dan seekor kudanya, di sebuah pedesaan di Tiongkok…
Pada suatu hari, kuda itu lari, menghilang di pegunungan… Semua tetangga berbela sungkawa… berempati sambil mengasihani si petani sambil beranggapan bahwa nasib buruk sedang meinmpa si petani..
Si petani menjawab: Nasib buruk? Nasib baik? Siapa tahu?
Seminggu kemudian kuda itu pulang sambil membawa teman-temannya (kuda juga tentunya), sekawanan kuda liar, puluhan ekor banyaknya…. Para tetangga mengucapkan selamat kepada si petani karena si petani dianggap beruntung..
Gumam si petani: Nasib baik? Nasib buruk? Siapa tahu?
Kemudian, anak si petani mencoba menjinakkan salah seekor dari kuda liar itu, ia terjatuh dari punggung kuda dan patah kakinya. Semua orang merasa kali ini sungguh nasib malang menimpa si petani !
Tidak demikian dengan anggapan si petani. Tanggapannya: “Nasib buruk? Nasib baik? Siapa tahu?”
Beberapa minggu kemudian setelah peristiwa itu, masuklah serombongan tentara ke desa si petani. Mereka mendaftar semua orang muda yang sehat dan tidak cacat, untuk diikutkan wajib militer !
Ketika mereka melihat seorang pemuda yang patah kaki, mereka melepaskan pemuda itu.
Apakah itu nasib baik? Nasib buruk? Siapa tahu?
~~~
Setiap hal, sepintas tampaknya buruk, bisa jadi (menjadi) baik setelahnya atau baik secara terselubung. Demikian juga sebaliknya.
Semua tergantung PERSEPSI (dan REAKSI) kita terhadap ihwal yang kita persepsi sebagai “baik” atau “buruk” tersebut. Karena ihwal yang kita lihat, dengar dan rasakan sesungguhnya hasil refleksi kita ke dalam pikiran, yang tercipta ke dalam pikiran, yang disebut “realitas internal”.
Realitas eksternal (dunia yang kita lihat) yang sesungguhnya telah terjelma menjadi realitas internal, yang kemudian menentukan reaksi selanjutnya.***
TULISAN KISAHMU BAGUS.. MENYENTUH HATI.. MENGINSPIRASI...
Oh iya, sempet tau kisah tsb.
ReplyDeleteHehee iya, makasih. Masih belajar kok ini :D
Iya.. Bagus. Tulisanmu, bahasamu, diksimu cukup menyentuh hati. Itu artinya mas menulis dengan melibatkan emosi. Dengan kata lain: menulis dengan sepenuh diri. Bagus. Ungkapkan saja tanpa beban.. hehe... :D
ReplyDeleteokkee.. siaapp bos hehehe :D
ReplyDelete